Wednesday, July 8, 2020

surat untuk mama

pagi ini lengang sekali rasanya. ada suara orang mengaji di kejauhan. sudah agak lama tidak terdengar suara speaker masjid semenjak mulai pandemi. hari ini pertama sejak masjid dibuka, ada back sound suara mengaji di pagi hari. rasanya tenang sekali.

aku duduk di meja kerjaku setelah selesai menyiram tanaman dan membaca buku. energiku sedang penuh jadi aku memutuskan untuk jalan-jalan saja dengan mesin waktu. kebiasaanku yang baru setelah aku sadar kalau ternyata manusia sejak lahir sudah dilengkapi dengan alat ini terinstall di dalam dadanya.

aku duduk, memejamkan kedua mataku dan menarik napas panjang..

..

kubuka mataku, dan aku sampai di sebuah rumah sederhana, aku tidak tau ini rumah siapa. mungkin rumah nenekku? di sini udaranya dingin, tapi hangat di beberapa bagian yang terkena sinar matahari yang masuk dari jendela. kulihat jendela-jendela berderet terbuat dari kayu berwarna coklat gelap. temboknya putih, lantainya abu-abu tua, dan uh dingin sekali. tadi aku lupa pakai sepatu.

aku melihat mamaku, duduk di atas tikar. di depannya ada anak perempuan berbaju merah. rambutnya ikal berwarna coklat diikat dua di atas telinga. mamaku sedang sibuk berusaha membuat anak perempuan itu berdiri, dengan cara menyandarkannya di depan lemari baju. terdengar suara mama: “ayoo tepuk tangaaan..” sambil dirinya sendiri bertepuk tangan memberi contoh, berusaha membuat anak kecil itu tertawa.

oh. aku baru sadar ada papaku sedang mengambil foto.

foto selesai diambil. mamaku menggendong anak perempuan berbaju merah itu. sekilas kulihat wajahnya kuatir. bingung kenapa anaknya ini sampai saat ini belum juga bisa berjalan. anak-anak seumurannya sudah berlarian ketika disuapi ibunya, bahkan ada yang sudah belajar naik sepeda. terngiang kalimat kekhawatiran orang-orang yang lebih tua tentang anaknya itu. “coba ditetah saja, paksa berjalan supaya nggak terbiasa. daripada nanti kalau dia semakin besar, sudah terlanjur nggak bisa jalan..”, “mungkin harus dibawa ke dokter, siapa tau ada kelainan”, “padahal anak lainnya udah sejak lama loh ya, bisa jalan. mereka seumuran kan?”

..

aku berjalan mendekatinya. aku sentuh pundaknya yang semakin kurus sejak kematian ibunya beberapa bulan yang lalu. lalu aku bilang padanya,

mama. ini fenty. tapi ini aku yang udah besar. sekarang aku 36 tahun. aku datang ke sini mau ketemu mama karena aku lihat mama sedang butuh teman. aku cuma mau bilang, mama jangan terlalu kuatir. anak mama nanti bisa jalan kok. nggak ada yang salah dengan kakinya. sebentar lagi dia bisa berjalan, bahkan bisa berlari kabur dari rumah ketika mama suruh dia tidur siang. dia nanti akan tumbuh besar jadi anak yang baik. dia juga pintar, banyak akalnya, sampai bikin mama kewalahan.

jangan kuatir, ma. dia bukan anak lemah seperti yang dikatakan orang-orang itu. sok tau banget sih, mereka. suatu hari nanti mama akan bangga dengan anak ini. karena dia akan tumbuh jadi perempuan kuat, seperti simbah putri. seperti make. seperti mama. seperti semua perempuan di keluarga ini.

apapun yang terjadi padanya, mama nggak perlu kuatir. terperosok di lubang sedalam dan segelap apapun, dia selalu bisa keluar hidup-hidup. dia akan baik-baik saja. mama santai aja. relax..

aku tau mama setengah mati membesarkan aku. pasti semakin berat, setelah ditinggal simbah putri. terpisah dari baju besi yang selama ini melindungimu. perempuan kecil kurus ditinggal sendirian bersama seorang bayi di tengah kumpulan raksasa pasti tidak mudah. kamu terus berpikir bagaimana bayi ini bisa bertahan, bagaimana kamu bisa melindunginya, bagaimana nanti dia bisa melindungi dirinya sendiri. bagaimana anak ini bisa diterima, hidup, dan baik-baik saja.

kamu berusaha sekuat tenaga bertahan hidup untuk anak itu. aku.

aku tau. mama sangat fokus dalam peran ini, sampai mama melupakan diri sendiri. padahal mama perempuan pintar dan cerdas. perempuan sepertimu pasti punya cita-cita yang tinggi. tapi sayang saat ini kamu hidup di dunia yang tidak ramah untukmu.

terima kasih ya, sudah bertahan untuk aku. berusaha untuk aku. yang mama lakukan, dan yang tidak bisa mama lakukan, nggak pernah sia-sia, lo. dan tidak akan kusia-siakan.

semua yang mama lakukan untukku, pengorbananmu, aku melihatnya. you did a good job, raising me. πŸ‘πŸΌπŸ‘πŸΌπŸ‘πŸΌ

terima kasih.
semoga ada lain kali, kita jalan-jalan ke bandung berdua lagi.





No comments:

Post a Comment