Sunday, June 30, 2013

#seriustanya


kenapa sih,
perempuan saya kalau lagi pms (pra|pas|pasca menstruasi) bisa tibatiba bisa nangis menjadijadi gitu?
betulbetul nangis kayak orgil di rsj.
yang bengkaknya bisa sampai dua hari.
yang bikin suami pulang kerja bertanyatanya heran:
“kamu tadi nangis ya? kenapa? kenapa? kenapa? kenapa?”
yang saya bingung juga mau jawapnya, karena saya juga nggak tau, nggak tau, nggak tau, nggak tau.
beneran deh.

trus segala kegalauan akan hidup yang bikin saya nangis tersedusedu yang bahkan nggak bisa disembuhkan dengan dipelukpeluk (tiap ada yang mau meluk langsung siaga mau lempar gunting)
itu sebenarbenarnya memang benarbenar ada, atau sebenarnya cuma ilusi, sih?
cuma ketidak stabilan hormon. udah, gitu?

kalau cuma gitu,
kenapa hal semacam itu bisa eksis di dunia?

selain untuk membuat para korban lelaki kebingungan,
dan para pelaku (setidaknya saya) juga kebingungan,


apa sih tujuan sebenarnya, tuhan menciptakan pms pada perempuan?

beyond normal


kehidupan keluarga kami bisa dibilang sedikit berbeda dari keluarga normal di Indonesia pada umumnya. terutama dalam kehidupan beragama.

seperti saya pernah bercerita juga sebelumnya, di dalam sebuah rumah, kami tinggal berenam (sebelum mak saya meninggal). papa saya katolik, mama saya muslim. kami bertiga anak papa adalah muslim, dan mak saya nggak jelas apa agamanya sampai dia meninggal.

papa dan mama menikah di catatan sipil. dulu di indonesia catatan sipil digunakan oleh orangorang yang berbeda agama untuk menikah. sekarang catatan sipil sudah dihapuskan. setau saya, saat ini tidak lagi disediakan fasilitas untuk pernikahan beda agama. jika pasangan berbeda agama mau menikah, mereka harus memilih menikah di salah satu lembaga agama, atau duaduanya, atau menikah di luar negeri, atau menikah saja dengan orang lain yang agamanya sama daripada ribet.

betul nggak, ya?

ketiga anak bapak saya, adalah muslim.
kenapa kami bertiga akhirnya menjadi muslim, saya pikir, mungkin setengahnya adalah karena bapak saya menghendaki demikian. alasan papa waktu itu cukup sederhana: kami tinggal di negara yang mayoritas muslim, dan papa berpikir, lebih mudah untuk kehidupan anakanaknya menjadi bagian dari mayoritas, daripada minoritas.
kesempatan untuk kami akan terbuka lebih lebar.

saya ingat waktu saya ditanya ‘mau ikut mama atau papa’ papa bilang, “kalau menurut papa kamu ikut mama saja. nanti kamu bisa punya lebih banyak teman”

jadilah saya seorang muslim.


anggota keluarga keenam yang tinggal di rumah itu, mak saya, adalah kakak kandung mama. dia tidak menikah, tidak punya anak, dan terlahir sebagai seorang muslim. mak tinggal bersama kami setelah mbah kakung meninggal & rumah simbah dijual.

setiap hari minggu pagi, mak saya itu mendengarkan siaran radio yang memutar khotbah minggu & lagulagu pujian di kamarnya, dan sorenya, dia berdandan rapi lalu pamit pergi ke gereja.

suatu hari mama pernah bilang ke papa, minta tolong diuruskan ke gereja, bagaimana kalau mak saya ingin merubah identitasnya, karena di ktpnya masih tertulis islam, sedangkan sudah sejak lama dia menjadikan gereja sebagai tujuannya. mama saya memikirkan bagaimana nanti kalau mak saya meninggal. gereja menjawap dengan pemberitahuan: bahwa mak saya bisa dianggap sebagai seorang katolik, dengan syarat mak saya harus lulus ujian dulu, dan salah satunya adalah ujian tertulis.

mama tidak mengerti, bagaimana mungkin orang yang nggak bisa baca tulis dan penderita alzheimer harus lulus ujian tertulis untuk bisa memperoleh identitas yang sama dengan keyakinannya, dan memperoleh haknya ketika nanti meninggal.

setelah bertahuntahun berusaha tanpa hasil, pada suatu pagi saya dengar mama bilang ke mak saya: “wis mak, kamu nggak bisa pindah agama. besok kalau kamu meninggal, kamu akan diurus secara islam, sesuai dengan ktpmu. aku minta kamu ikhlas” saya lihat mak saya cuma menjawap lirih sambil menunduk, duduk di tepi tempat tidurnya: “yo wis..”

di hari ketika mak saya meninggal, ketika adik saya menelepon untuk menanyakan jam berapa pesawat saya sampai di jogja. saya dengar suara di latar belakang, adalah ayatayat al quran. saya ingat dengan kaget saya bilang ke adik saya: “loh, al quran? mak dikuburkan secara muslim?”

adik saya tidak menjawap. tapi saya ingat, di bangku ruang tunggu bandara dada saya bergemuruh.
bingung.
saya terlalu bingung.

selama tujuh hari setelahnya, di rumah ada acara kenduri dan pengajian al quran. saya ingat saya marah sekali waktu imam masjid di kampung datang, dan dia bilang di pembukaan acara: “ya kita disini cuma kewajiban saja sebagai warga. hanya karena ada warga kita yang meninggal sebagai muslim, ya kita doakan secara islam, walaupun seumur hidupnya dia tidak pernah solat”



kehidupan keluarga kami tidak pernah mudah.

saya juga sudah pernah cerita, di sd saya selalu dimusuhi, nggak diajak bicara oleh semua teman perempuan dikelas, ban dikempesin, & dikatakatai bapak saya kafir. smp dan sma tidak pernah lebih baik karena papa memutuskan dia ingin dikenal saja sebagai muslim di sekolah saya, yang itu bukan dirinya, hanya untuk supaya saya tidak diperlakukan sama seperti saya waktu di sd.

tapi ternyata begitu bahkan tidak pernah menjadi lebih baik. saya ingat bahkan di hari pertama masuk sekolah saya sudah bingung menjawap pertanyaan, karena untuk ospek besok pagi disuruh membawa peci ke sekolah. teman saya bertanya: “lah masak di rumahmu nggak ada peci? kan tinggal pinjam peci punya bapakmu?’ 

atau ketika setiap teman sekolah main dirumah pada waktunya solat jumat, papa harus keluar dari rumah supaya tidak ada pertanyaan “kok bapakmu nggak jumatan?”

papa nggak pernah bilang, tapi saya tau.

dan bahkan temanteman terdekatpun nggak ada yang tau bapak saya bukan muslim.
teman macam apa saya ini :)


...
mungkin tidak ada yang mengerti, tapi bagi saya berpurapura tidak menjadi diri sendiri itu jauh lebih berat rasanya, daripada sekedar menerima perlakuan kasar sesama teman, seperti ditendang oleh segerombol anakanak waktu naik sepeda sambil diteriaki: “bapake kafir, bapake kafir”
atau bisikbisik sesama teman di setiap pelajaran agama: “bapake kafir, bapake kafir”

ganjalan di dada karena berpurapura itu lama sekali tertinggal bahkan sampai saat ini. sedangkan dikatakatai & disakiti secara fisik, mungkin saya sudah tidak ingat lagi rasanya.

tapi hanya sebegitu saja untuk saya.
mama sebagai orang yang berdosa saya yakin hidupnya juga tidak lebih mudah.

mama bilang: “aku berdosa, tapi anakanakku tidak”

pun papa, pendosa yang satunya lagi, dilarang menerima komuni di gereja, karena tidak menikah di gereja, dan diancam kalau meninggal nggak ada orang gereja yang berani masuk rumah & mengurus jenasah karena tidak ada satu anakpun yang ikut papa menjadi seorang katolik.

hah.
apa begini rasanya jadi orang kena lepra. orang enggan mendekat karena takut ketularan penyakit yang sama?

dan bahkan setelah 30 tahun pernikahan, mereka masih diminta mengulang pernikahan di gereja. juga mama masih diminta menandatangani formulir oleh gereja yang bertuliskan: ‘akan mengijinkan suami saya melakukan segala kegiatan keagamaan’

padahal mereka tau, selama ini papa orang yang paling rajin mengikuti acara gereja. bagaimana mungkin semua itu terjadi kalau mama saya tidak pernah mengijinkan?


sejak sebelum menikah, tidak hanya satu dua kali, masingmasing dari mereka diminta, dibujuk, dirayu, disuruh, dipaksa, oleh orang lain untuk menjadi sama.

pun kami anakanaknya, tidak hanya sekaliduakali, dari saya masih anakanak sampai saya sudah dewasa, mau menikah, sudah menikah, dikotbahi panjang lebar, ditakuttakuti orang kalau bapak kami nggak akan masuk surga. diceritai apa yang nanti akan dialami papa di alam kubur. akan dapat siksa seperti apa saja. dan kami dengan sangat jelas divonis, TIDAK AKAN PERNAH BISA BERTEMU LAGI! dan semua itu diakhiri dengan pemberian beban yang sangat berat di pundak kami karena kalau nanti bapak saya sampai disiksa di neraka, itu karena anakanaknya yang gagal menyelamatkannya..

kadang saya berpikir, apa mereka lupa, kami ini hanya anakanak?
seperti yang selama ini kami alami tidak cukup saja.

hahaha..

la kok mikirin bapak saya di kehidupan yang akan datang,
dengan sebegini banyak dosa, saya sendiri saja tidak pernah yakin saya nanti mati bakal masuk surga.





orang diluar rumah tidak pernah melihat apa yang sebenarnya terjadi di dalam rumah kami.

orang orang tidak melihat,
setiap malam natal, kami menunggu papa pulang untuk mengucapkan selamat natal & menunggu bakpao hangat yang selalu dia bawa. dibeli di depan gereja. kami makan bersama sambil nonton filem musim natal.

orang orang tidak melihat,
setiap idul fitri papa yang membersihkan rumah, menyapu halaman, menghangatkan opor & sambel daging gelinding, sementara kami solat ied. sepulangnya, kami sungkemsungkeman di ruang tamu. saya selalu melihat matanya berkacakaca setiap mengucapkan kalimat: “papa juga minta maaf, selama ini sering salah bicara, mungkin menyakiti hatimu”

seperti selalu diharamnya kami mengucapkan selamat natal, papa juga pernah diharamkan mengirimkan sms permintaan maaf di hari raya idul fitri oleh temantemannya.

oh, orangorang tidak melihat,
natal dan idul fitri di keluarga kami selalu.. apa ya.. selalu ada sesak di dada yang lepas, yang membuat hari itu selalu terasa seperti ‘lembar baru’. kalau itu tidak boleh disebut sebagai: indah.

orangorang tidak melihat,
adik saya sadham setiap berangkat solat jumat, (bahkan kata mama sekarang rajin solat lima waktu di masjid),  setiap berangkat ke masjid, selalu cium tangan papa saya sambil berucap doa: “assalamualaikum” dan papa juga menjawapnya dengan doa: “wa’alaikumsalam”

tidak pernah ada aturan dirumah harus begini begitu tidak boleh begini begitu untuk menjaga toleransi, tapi kami lakukan saja halhal yang kami yakini. papa ke gereja, mama berdoa dengan bersujud, adik saya ke masjid, saya pakai kerudung..

tidak ada yang memaksa, karena masingmasing dari diri kami juga tidak ingin dipaksa.

tapi semua tidak pernah mudah.
tidak pernah.


hah :))

kadang sebagian manusia memang merasa berkuasa mengatur hubungan manusia lain dengan tuhannya.

tapi sebenarnya kami tidak perlu bersedih hati.

tidak seperti tuhan yang memiliki,
mereka tidak pernah punya kuasa atas hati kita.
:)


terimakasih untuk segala nasehat, usul, pendapat yang kami sudah dengar sejak berpuluh tahun yang lalu. bahkan sejak kami mulai mengerti katakata.
kalau benar semua yang keluar dari mulut itu adalah perwujudan cinta,

bagaimana kalau begini saja,,

doakan kami
yang kalian cintai & ingin sekali kalian selamatkan ini
supaya bahagia,
di dunia
dan setelah dunia

karena tidak akan ada satupun manusia,
apalagi hanya dengan mulutnya,
mampu merubah yang ada di dalam hati manusia yang lainnya.


hanya dia.




Saturday, June 29, 2013

enggak deh


bagaimana sih caranya,
biar jadi orang yang walaupun dicurigai oleh orang yang disetiai, atau dicintai, atau diperjuangi, atau dipergauli seharihari,  tapi bisa tetap kalem, kayak lemper?

dicurigai suami, istri, ibu, anak, adik, teman, sahabat, bos, tetangga,
tapi bisa tetep kalem, kayak lembu?

nggak marah,
nggak sedih, gitu?

kayak dewi sinta
yang disandera raksasa
selama ratusan taun lamanya

udah menahan-nahan perasaan nggak ketemu sama suaminya,

giliran udah ketemu,
eh,
ada usul supaya dia membakar diri demi membuktikan kesucian & kesetiaannya pada sri rama, suaminya,
eh,
bukannya ngamuk sama si pengusul,
suaminya malah iya iya aja sama usul gila itu

lah..
gimana sih
pedih banget nggak sih, itu?

apa maka dari itu, dia disebut dewi?
karena nggak manusiawi?

na kalau saya yang digituin,
ya saya memang bakal bakar diri sih
karena kan ceritanya saya memang setia, apalagi saya dewi, jadi sakti & yakin nggak bakal mempan dibakar (masih sesuai cerita aslinya)

-eh, tapi kalau saya mungkin lebih karena harga diri sih, jadi ya udah nekat aja-


na.
tapi,
kalau habis itu saya disuruh balik lagi sama sri rama yaa..

di jogja pada suatu siang


seorang tetangga sedang menyiram bunga di halaman rumahnya. melihat 5 anak sd bergerombol membicarakan sesuatu dengan ramainya.
si tetangga mencuri dengar, penasaran anakanak itu sedang meributkan apa. ternyata mereka sedang heboh karena menemukan hape terjatuh di jalan.


salah satu anak berteriak: “cepet lepasin sim cardnya!”
“iyaaa keburu yang punya hape telpon!”
ada seorang anak menimpali: “jangaan, nanti kalau yang punya hape mau telpon cariin hapenya gimana?!”
“ya namanya juga ini kan hape yang nemuin dia, itu namanya rejeki. kan dia yang nemuin, jadi ini rejeki dia”
“iyaaa iyaaa bener”
“iyaa bener tu”
“udah buat kamu aja, kan kamu yang nemu”
“iya ini kan udah haknya yang nemuin”
“tapi kasian orang yang hapenya ilang itu. kita kembaliin aja”
“gimana caranyaaa memangnya kamu tau siapa yang punya hape ini?!”
“cari aja di situ pasti ada nomernya ibunya, kita sms aja”
“nggak usah”
“iya. nggak usah”
“tapi kasian lo orangnya, aku juga pernah ngilangin hapenya kakakku. dia pasti lagi bingung nyariin hapenya”
“ ya udah nih kalau kamu mau kembaliin. tapi kamu yang tanggung jawap, lo”
“iya kalau sms orang ini, nanti kamu malah dikira nyuri hapenya lo”
“enggak, nanti kita minta tolong papaku aja”
“aku nggak ikutikut deh”
“iyaiya kita tinggalin aja dia. aku nggak mau ikut tanggung jawap”
“iya iya yoo yoo tinggal ajaa”

anakanak sd itu berlarian menjauh sambil berteriakteriak “wuuuuu.. “
tinggal ada satu anak berdiri di pinggir jalan sibuk mengutakatik hape.
si tetangga menengok keluar pagar.
siapa sih anak ini


..
besoknya si tetangga bercerita sama mama saya. “itu lo bu, kemaren putranya..”
(si tetangga lalu bercerita dialog anakanak yang terjadi di depan rumahnya)

..
di telepon, mama cerita sama saya, orang pemilik hape datang ke rumah.
katanya, adik saya sadham dipaksa menerima uang jajan sama si pemilik hape.
tapi dia nggak mau.