Wednesday, May 29, 2019

nenek nenek moyangku

simbah putri, ibunya mama, meninggal ketika aku masih bayi. karena itu tentu aku belum pernah berkenalan dengan beliau secara baik. kenang-kenangan antara aku dan simbah cuma selembar foto simbah putri menggendongku yang waktu itu masih berumur seminggu. (suatu saat aku akan post ya fotonya, ada di rumah jogja soalnya.)

pengetahuanku tentang simbah cuma sebatas cerita dari orang-orang yang pernah hidup satu masa dengannya. dari cerita-cerita mereka, aku tau simbah putri adalah sosok perempuan yang kuat. "ibuku itu wanita perkasa", mama selalu mengenang ibunya dengan nada bangga. tidak hanya badannya yang tinggi dengan tulang-tulangnya yang besar dan kuat, simbah juga adalah seorang perempuan berdaya dan mandiri. beliau melakukan banyak hal dalam satu waktu. mulai dari menyewakan peralatan resepsi (tenda, meja, kursi, alat-alat memasak, sampai ke piring, gelas dan sendok), jual beli perhiasan, sampai mengelola warung makan dan kos-kosan mahasiswa. mungkin kalau di masa sekarang, simbah disebut sebagai entrepreneur. perempuan pengusaha.

simbah putri dikisahkan orang-orang sebagai perempuan yang tegas. sebagian menyebut "simbahmu itu galak banget." tapi yang paling banyak dikenang oleh orang-orang, simbah putri itu sangat dermawan. setiap orang yang butuh bantuan akan datang ke simbah, & simbah hampir selalu membantu mereka sampai seringkali mengorbankan kepentingannya sendiri. maka dari itu pula,  kebaikan simbah juga jadi sering dimanfaatkan orang.

"kalaupun simbah putri sedang nggak ada uang yang bisa dipakai untuk membantu, pasti langsung diusahakan." cerita mama. "kadang ada masanya ketika aku dibelikan anting sama simbah putri, seneng banget rasanya. baru seminggu aku pakai, siang-siang pas aku lagi main sama teman, simbah cariin aku & tiba-tiba antingku dilepas lagi. 'tak silih sik yo, nok*', kata simbah. ternyata cuma untuk digadaikan & uangnya dikasih ke orang yang pinjam uang. kalau orang yang pinjam uang nggak kembalikan uangnya, ya udah anting-antingku nggak kembali. nanti beberapa bulan kemudian simbah baru bisa beliin lagi, tapi nanti kejadian sama berulang lagi."

cerita lainnya, tentang anak-anak kos yang menunggak membayar uang kos sampai berbulan-bulan, tapi simbah bahkan tetap kasih mereka makan karena kasihan. kalau diprotes oleh keluarganya, simbah putri selalu berdalih, "kasihan mereka jauh-jauh ke jogja mau sekolah, jauh dari orang tuanya." beberapa di antaranya sampai menangis minta maaf karena ternyata memang tidak bisa bayar kos & makan karena wesel dari orang tuanya tak kunjung datang. simbah relakan saja, walaupun bisa saja mereka berbohong.

waktu simbah meninggal, diceritakan yang datang untuk melayat ada banyaaak sekali. rangkaian bunga pemberian & kendaraan pelayat berderet panjang sampai anak-anaknya kaget ternyata ibunya dikenal banyak orang padahal cuma orang biasa, bukan pejabat atau orang penting lainnya. mereka datang memperkenalkan diri dengan: "aku dulu pernah dibantu ibumu."

dengar semua cerita itu, aku yakin kalau saat ini simbah masih hidup, dia pasti jadi salah satu, kalau bukan sahabat terbaikku.

aku pasti percaya padanya.

walaupun tidak pernah mengenalnya, tapi ada beberapa masa dalam hidupku aku bisa menjadi sangat merindukannya. kadang aku ingin sekali bisa bertemu, ingin sekali bisa bertanya sama simbah putri,
apakah aku sudah melakukan semua yang bisa kulakukan?
apakah usahaku sudah cukup?
apakah menurut simbah aku anak yang baik? manusia yang baik? manusia yang kuat?
apakah simbah bangga, aku jadi seperti sekarang ini?
apakah aku cukup?
apakah aku bisa menjadi seperti simbah putri?

yang terus berusaha, sampai penghabisan.


...


aku punya satu lagi simbah putri, ibunya papa. simbah putri yang ini meninggal ketika aku sudah cukup besar sebetulnya. ketika aku sudah sd kalau tidak salah. tapi kami sangat jarang bertemu karena simbah tinggal di ambarawa. mungkin hanya bertemu setahun sekali, itupun cuma sebentar-sebentar & di waktu yang sebentar itupun seingatku kami jarang berkomunikasi. kami memanggilnya dengan sebutan simbah nggunung. karena beliau tinggal di lereng gunung.

seingatku mbah nggunung adalah perempuan yang sangat lembut dan sederhana. beliau selalu tersenyum walaupun garis wajahnya selalu tampak sedang bersedih. badannya mungil & kalau bicara seperti putri keraton. pelan pelan sekali. simbah sangat rajin. kalau bangun pagi sekali & lalu salat lamaaa sekali. setelah itu sibuk di dapur, atau ke sawah. mbah nggunung juga punya warung makan yang cukup terkenal. aku taunya karena setiap kernet bis pasti paham kalau papaku bilang, "turun di warung kantil." walaupun kami ke sananya hanya setahun sekali.

aku pernah tanya sama simbah, "simbah, batas waktu terakhir solat subuh itu jam berapa?" simbah malah tanya, "di jogja matahari terbitnya jam berapa?" papa yang jawab: "dia nggak tau mbah, kan dia kalau bangun sesudah matahari terbit." aku tentu saja malu, kesal sama papa & takut simbah marah, tapi ternyata simbah cuma tersenyum.

banyak cerita tentang simbah nggunung, yang baik ataupun tidak di mata orang lain. dia sosok yang kontroversial. tapi dari cerita-cerita itu aku malah menyimpulkan kalau simbah adalah perempuan pemberani. berani merebut nasibnya sendiri. kalau dihadapkan pada keadaan yang sama seperti simbah pada waktu itu, mungkin aku tidak akan bisa berani mengambil keputusan seberani beliau. dan aku mengaguminya karena itu.

kalau bisa bertanya sesuatu kepadanya, mungkin aku akan bertanya bagaimana caranya menjadi pemberani. apakah suatu hari nanti aku bisa jadi seperti mbah nggunung?

yang berani mengubah nasibnya sendiri.


...


menulis panjang tentang perempuan-perempuan ini membuatku bertanya-tanya, apakah ada kualitas terbaik dari mereka berdua yang diwariskan kepadaku? apakah aku bisa menjadi sehebat perempuan-perempuan ini? apakah suatu saat nanti anak perempuanku, atau cucu perempuanku, atau murid perempuanku akan menuliskan sesuatu yang baik tentang aku? yang mereka banggakan. dan mereka harapkan bisa mereka warisi?












* aku pinjam dulu ya, nak







No comments:

Post a Comment