kapan lalu aku baca buku school of life yang judulnya
how to find the right words. a guide to delivering life's most awkward messages. bab pertamanya adalah:
i want us just to be friends. wuu menarik sekali, bukan? sebagai manusia yang pernah nangis-nangis 2 hari hanya karena bingung mesti nolak cowok padahal juga dia belum nembak (dia baru ngomong 2 taun setelah aku nangis-nangis itu) & berbagai pengalaman tidak menyenangkan lainnya, sepertinya penting sekali aku mengetahui informasi ini. karena selama ini orang-orang sepertinya nggak ada yang paham penderitaan orang yang mesti nolak cinta yang bahkan belum dikasihin. rasanya kayak orang kurang waras, tau nggak sih. tapi mana ada yang percaya, ya kan. coba dipikirin aja, gimana kepingin ngembaliin sesuatu yang belum dikasihin itu nggak bikin kamu gila?
apalagi kalau sebetulnya kamu sayang sama orang itu.
awalnya di buku ini dia bilang begini: "it's never easy to be rejected but it's arguably a great deal worse to have to reject." wuih, akhirnya ada yang ngerti juga, kubilang.
tapi trus dia bilang: "it's profoundly tempting to say nothing ... but such ambiguity merely prolongs the torture. you have the agency, maturity, and responsibility to bring this to an end." terus terang, sebetulnya pemikiran seperti ini yang selama ini aku percaya juga. yang membuat aku semakin menyalah-nyalahkan diri sendiri. kalau aku sayang sama dia, mestinya aku begini begitu dll dst dsb. kadang aku bahkan nuduh-nuduh diri sendiri kalau aku ini cuma takut kalau nanti aku bilang "kita temenan aja ya," dia jawabnya: "loh, selama ini kita memang teman, kan?" ððððððð
tapi ternyata setelah aku membaca jalan pikiranku sendiri melalui tulisan orang lain begini, justru aku bisa menemukan betapa anehnya cara berpikir seperti ini.
selain karena si penulis ini terlalu berlebihan menuntut diri sendiri bertanggung jawab untuk sesuatu yang sebetulnya bukan tanggung jawabnya dia, di saat yang bersamaan orang ini juga mengambil hak orang lain nggak, sih? ini tu aku bacanya jadi: ada orang mau ngomong, dia belum ngomong, tapi udah kamu suruh diem. apa boleh kayak gitu, tu??!!
udahlah terserah school of life mau nulis apa. tapi aku mau stop kebiasaan buruk suka ambil-ambilin tanggung jawab orang lain & menyalah-nyalahkan diri sendiri untuk sesuatu yang jelas bukan urusanku.
selain itu aku juga nggak mau lagi memperlakukan orang lain seperti bocah. apalagi kalau aku sayang, aku semestinya percaya kalau dia bisa menyelesaikan urusannya sendiri layaknya manusia dewasa.