Sunday, June 30, 2013

beyond normal


kehidupan keluarga kami bisa dibilang sedikit berbeda dari keluarga normal di Indonesia pada umumnya. terutama dalam kehidupan beragama.

seperti saya pernah bercerita juga sebelumnya, di dalam sebuah rumah, kami tinggal berenam (sebelum mak saya meninggal). papa saya katolik, mama saya muslim. kami bertiga anak papa adalah muslim, dan mak saya nggak jelas apa agamanya sampai dia meninggal.

papa dan mama menikah di catatan sipil. dulu di indonesia catatan sipil digunakan oleh orangorang yang berbeda agama untuk menikah. sekarang catatan sipil sudah dihapuskan. setau saya, saat ini tidak lagi disediakan fasilitas untuk pernikahan beda agama. jika pasangan berbeda agama mau menikah, mereka harus memilih menikah di salah satu lembaga agama, atau duaduanya, atau menikah di luar negeri, atau menikah saja dengan orang lain yang agamanya sama daripada ribet.

betul nggak, ya?

ketiga anak bapak saya, adalah muslim.
kenapa kami bertiga akhirnya menjadi muslim, saya pikir, mungkin setengahnya adalah karena bapak saya menghendaki demikian. alasan papa waktu itu cukup sederhana: kami tinggal di negara yang mayoritas muslim, dan papa berpikir, lebih mudah untuk kehidupan anakanaknya menjadi bagian dari mayoritas, daripada minoritas.
kesempatan untuk kami akan terbuka lebih lebar.

saya ingat waktu saya ditanya ‘mau ikut mama atau papa’ papa bilang, “kalau menurut papa kamu ikut mama saja. nanti kamu bisa punya lebih banyak teman”

jadilah saya seorang muslim.


anggota keluarga keenam yang tinggal di rumah itu, mak saya, adalah kakak kandung mama. dia tidak menikah, tidak punya anak, dan terlahir sebagai seorang muslim. mak tinggal bersama kami setelah mbah kakung meninggal & rumah simbah dijual.

setiap hari minggu pagi, mak saya itu mendengarkan siaran radio yang memutar khotbah minggu & lagulagu pujian di kamarnya, dan sorenya, dia berdandan rapi lalu pamit pergi ke gereja.

suatu hari mama pernah bilang ke papa, minta tolong diuruskan ke gereja, bagaimana kalau mak saya ingin merubah identitasnya, karena di ktpnya masih tertulis islam, sedangkan sudah sejak lama dia menjadikan gereja sebagai tujuannya. mama saya memikirkan bagaimana nanti kalau mak saya meninggal. gereja menjawap dengan pemberitahuan: bahwa mak saya bisa dianggap sebagai seorang katolik, dengan syarat mak saya harus lulus ujian dulu, dan salah satunya adalah ujian tertulis.

mama tidak mengerti, bagaimana mungkin orang yang nggak bisa baca tulis dan penderita alzheimer harus lulus ujian tertulis untuk bisa memperoleh identitas yang sama dengan keyakinannya, dan memperoleh haknya ketika nanti meninggal.

setelah bertahuntahun berusaha tanpa hasil, pada suatu pagi saya dengar mama bilang ke mak saya: “wis mak, kamu nggak bisa pindah agama. besok kalau kamu meninggal, kamu akan diurus secara islam, sesuai dengan ktpmu. aku minta kamu ikhlas” saya lihat mak saya cuma menjawap lirih sambil menunduk, duduk di tepi tempat tidurnya: “yo wis..”

di hari ketika mak saya meninggal, ketika adik saya menelepon untuk menanyakan jam berapa pesawat saya sampai di jogja. saya dengar suara di latar belakang, adalah ayatayat al quran. saya ingat dengan kaget saya bilang ke adik saya: “loh, al quran? mak dikuburkan secara muslim?”

adik saya tidak menjawap. tapi saya ingat, di bangku ruang tunggu bandara dada saya bergemuruh.
bingung.
saya terlalu bingung.

selama tujuh hari setelahnya, di rumah ada acara kenduri dan pengajian al quran. saya ingat saya marah sekali waktu imam masjid di kampung datang, dan dia bilang di pembukaan acara: “ya kita disini cuma kewajiban saja sebagai warga. hanya karena ada warga kita yang meninggal sebagai muslim, ya kita doakan secara islam, walaupun seumur hidupnya dia tidak pernah solat”



kehidupan keluarga kami tidak pernah mudah.

saya juga sudah pernah cerita, di sd saya selalu dimusuhi, nggak diajak bicara oleh semua teman perempuan dikelas, ban dikempesin, & dikatakatai bapak saya kafir. smp dan sma tidak pernah lebih baik karena papa memutuskan dia ingin dikenal saja sebagai muslim di sekolah saya, yang itu bukan dirinya, hanya untuk supaya saya tidak diperlakukan sama seperti saya waktu di sd.

tapi ternyata begitu bahkan tidak pernah menjadi lebih baik. saya ingat bahkan di hari pertama masuk sekolah saya sudah bingung menjawap pertanyaan, karena untuk ospek besok pagi disuruh membawa peci ke sekolah. teman saya bertanya: “lah masak di rumahmu nggak ada peci? kan tinggal pinjam peci punya bapakmu?’ 

atau ketika setiap teman sekolah main dirumah pada waktunya solat jumat, papa harus keluar dari rumah supaya tidak ada pertanyaan “kok bapakmu nggak jumatan?”

papa nggak pernah bilang, tapi saya tau.

dan bahkan temanteman terdekatpun nggak ada yang tau bapak saya bukan muslim.
teman macam apa saya ini :)


...
mungkin tidak ada yang mengerti, tapi bagi saya berpurapura tidak menjadi diri sendiri itu jauh lebih berat rasanya, daripada sekedar menerima perlakuan kasar sesama teman, seperti ditendang oleh segerombol anakanak waktu naik sepeda sambil diteriaki: “bapake kafir, bapake kafir”
atau bisikbisik sesama teman di setiap pelajaran agama: “bapake kafir, bapake kafir”

ganjalan di dada karena berpurapura itu lama sekali tertinggal bahkan sampai saat ini. sedangkan dikatakatai & disakiti secara fisik, mungkin saya sudah tidak ingat lagi rasanya.

tapi hanya sebegitu saja untuk saya.
mama sebagai orang yang berdosa saya yakin hidupnya juga tidak lebih mudah.

mama bilang: “aku berdosa, tapi anakanakku tidak”

pun papa, pendosa yang satunya lagi, dilarang menerima komuni di gereja, karena tidak menikah di gereja, dan diancam kalau meninggal nggak ada orang gereja yang berani masuk rumah & mengurus jenasah karena tidak ada satu anakpun yang ikut papa menjadi seorang katolik.

hah.
apa begini rasanya jadi orang kena lepra. orang enggan mendekat karena takut ketularan penyakit yang sama?

dan bahkan setelah 30 tahun pernikahan, mereka masih diminta mengulang pernikahan di gereja. juga mama masih diminta menandatangani formulir oleh gereja yang bertuliskan: ‘akan mengijinkan suami saya melakukan segala kegiatan keagamaan’

padahal mereka tau, selama ini papa orang yang paling rajin mengikuti acara gereja. bagaimana mungkin semua itu terjadi kalau mama saya tidak pernah mengijinkan?


sejak sebelum menikah, tidak hanya satu dua kali, masingmasing dari mereka diminta, dibujuk, dirayu, disuruh, dipaksa, oleh orang lain untuk menjadi sama.

pun kami anakanaknya, tidak hanya sekaliduakali, dari saya masih anakanak sampai saya sudah dewasa, mau menikah, sudah menikah, dikotbahi panjang lebar, ditakuttakuti orang kalau bapak kami nggak akan masuk surga. diceritai apa yang nanti akan dialami papa di alam kubur. akan dapat siksa seperti apa saja. dan kami dengan sangat jelas divonis, TIDAK AKAN PERNAH BISA BERTEMU LAGI! dan semua itu diakhiri dengan pemberian beban yang sangat berat di pundak kami karena kalau nanti bapak saya sampai disiksa di neraka, itu karena anakanaknya yang gagal menyelamatkannya..

kadang saya berpikir, apa mereka lupa, kami ini hanya anakanak?
seperti yang selama ini kami alami tidak cukup saja.

hahaha..

la kok mikirin bapak saya di kehidupan yang akan datang,
dengan sebegini banyak dosa, saya sendiri saja tidak pernah yakin saya nanti mati bakal masuk surga.





orang diluar rumah tidak pernah melihat apa yang sebenarnya terjadi di dalam rumah kami.

orang orang tidak melihat,
setiap malam natal, kami menunggu papa pulang untuk mengucapkan selamat natal & menunggu bakpao hangat yang selalu dia bawa. dibeli di depan gereja. kami makan bersama sambil nonton filem musim natal.

orang orang tidak melihat,
setiap idul fitri papa yang membersihkan rumah, menyapu halaman, menghangatkan opor & sambel daging gelinding, sementara kami solat ied. sepulangnya, kami sungkemsungkeman di ruang tamu. saya selalu melihat matanya berkacakaca setiap mengucapkan kalimat: “papa juga minta maaf, selama ini sering salah bicara, mungkin menyakiti hatimu”

seperti selalu diharamnya kami mengucapkan selamat natal, papa juga pernah diharamkan mengirimkan sms permintaan maaf di hari raya idul fitri oleh temantemannya.

oh, orangorang tidak melihat,
natal dan idul fitri di keluarga kami selalu.. apa ya.. selalu ada sesak di dada yang lepas, yang membuat hari itu selalu terasa seperti ‘lembar baru’. kalau itu tidak boleh disebut sebagai: indah.

orangorang tidak melihat,
adik saya sadham setiap berangkat solat jumat, (bahkan kata mama sekarang rajin solat lima waktu di masjid),  setiap berangkat ke masjid, selalu cium tangan papa saya sambil berucap doa: “assalamualaikum” dan papa juga menjawapnya dengan doa: “wa’alaikumsalam”

tidak pernah ada aturan dirumah harus begini begitu tidak boleh begini begitu untuk menjaga toleransi, tapi kami lakukan saja halhal yang kami yakini. papa ke gereja, mama berdoa dengan bersujud, adik saya ke masjid, saya pakai kerudung..

tidak ada yang memaksa, karena masingmasing dari diri kami juga tidak ingin dipaksa.

tapi semua tidak pernah mudah.
tidak pernah.


hah :))

kadang sebagian manusia memang merasa berkuasa mengatur hubungan manusia lain dengan tuhannya.

tapi sebenarnya kami tidak perlu bersedih hati.

tidak seperti tuhan yang memiliki,
mereka tidak pernah punya kuasa atas hati kita.
:)


terimakasih untuk segala nasehat, usul, pendapat yang kami sudah dengar sejak berpuluh tahun yang lalu. bahkan sejak kami mulai mengerti katakata.
kalau benar semua yang keluar dari mulut itu adalah perwujudan cinta,

bagaimana kalau begini saja,,

doakan kami
yang kalian cintai & ingin sekali kalian selamatkan ini
supaya bahagia,
di dunia
dan setelah dunia

karena tidak akan ada satupun manusia,
apalagi hanya dengan mulutnya,
mampu merubah yang ada di dalam hati manusia yang lainnya.


hanya dia.




9 comments:

  1. Weh, iya to fen?

    Aku malah baru tahu keluarga-mu punya warna yang seperti itu.

    Sapa itu di smp yang berbuat kek gitu?

    Kepercayaan itu udah an sich milik pribadi masing-masing..

    ReplyDelete
    Replies
    1. eh smp nggak ada yang jahat kok. kan nggak ada yang tau juga hihihii.. aduuuh aku jadi maluuuu kamu juga bacaaa

      Delete
  2. jangan takut dikatain bapake Kafir, karena sampai hari ini masih banyak yang menganggap bapak Ibunya Rasulullah itu Kafir, Pamannya Kafir,...nanti kalau ketemu kita ngobrol lagi

    ReplyDelete
  3. “Sesungguhnya orang-orang Mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian (akhirat) dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari (Aku) Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
    (Qs. Al-Baqarah 2:62)


    Iman denganpoint2 diatas, itu sudah di jamin jugandi Quran,....apalagi kl Bapak walaupun Nasrani mau mengamini berita bahwa akan ada Rassul setwlah Isa Al Masih, Sayyidina Muhammad Rasulillah,...

    ReplyDelete
  4. amin yra pen...keluargaku malah kebalikannya...haha...terlalu manut sama kata orang lain, bersyukur sekali aku baca ini, sangat melegakan untuk tahu masih ada keluarga yang masih saling menghargai apa yang dipercayain anggotanya....keluargamu itu cantik sekali epen...*ame

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihihi terimakasih ame.. lega juga karena tulisan ini bisa ada gunanya untuk orang lain.. peluk peluk

      Delete